BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Dalam
setiap hal butuh adanya
manajemen, karena hal tersebut menjadikan teratur dan lebih mengarahkan kepada
tujuan yang akan dilakukan, begitu pula dalam
hal Pendidikan Islam. Dalam dunia pendidikan, kerja sama dan sistem informasi
tentunya termasuk sesuatu yang sangat urgen, mengingat suatu sistem pendidikan
tak akan sempurna bahkan tidak bisa berjalan sesuai apa yang diharapkan kecuali
dengan adanya kerja sama dan sistem informasi yang baik didalam pendidikan,
khususnya dalam Pendidikan Islam.
Mengingat
pentingnya akan hal tersebut, penulis akan sedikit
memaparkan seperti apakah yang dimaksud dengan “Kerja Sama dan Sistem Informasi
Pendidikan Islam” dan seluk beluk yang berada didalamnya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam?
2. Apa
tujuan dan manfaat kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam?
3. Bagaimana
sejarah kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam? dan
4. Apa
prinsip-prinsip kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam?
5. Bagaimana
Tahap-Tahap Pelaksanaan Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam?
6. Bagaimana
Evaluasi Pendidikan Islam?
C.
Tujuan
1. Mengerti
makna kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam.
2. Memahami
kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam.
3. Mengetahui
kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam.
4. Mengamalkan
kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam.
5. Memahami
Tahap-Tahap Pelaksanaan Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam.
6. Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pengertian
pendidikan[1],
dalam konteks pendidikan Islam sinonim dengan kata tarbiyah, ta’dib, dan
ta’lim. Namun secara
umum kata tarbiyah sering digunakan untuk pengertian pendidikan Islam. Menurut
H. Ramyulis dalam bukunya Ilmu
Pendidikan Islam, “dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata al-tarbiyat, namun
terdapat istilah lain yang seakar
dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, murabby, yurby dan rabbany. Dalam
al-Sunnah ditemukan kata
rabbaniy”[2].
Abul
A’la al-Maududi, seperti dikutif Ramayulis berpendapat, bahwa kata rabbun
(raba) terdiri dari dua huruf “ra” dan “ba” tasydid. Kedua kata itu
merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang berarti
“pendidikan, pengasuhan, dan sebagainya”. Kata tersebut juga memiliki beragam
arti antara lain: “kekuasaan, perlengkapan, pertanggungjawaban, perbaikan,
penyempurnaan, dan lain-lain”.Mushtafa al-Maraghy, menyatakan kata itu
merupakan predikat bagi suatu “kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan
kepemimpinan”[3].
Kerja
sama dapat diartikan sebagai upaya membangun hubungan secara intensif, efektif,
fungsional dan saling mernguntungkan dalam rangka mendukung tercapainya tujuan.
Adapun sistem informasi pendidikan merupakan sejumlah komponen yang saling
berkaitan dalam mendukung terlaksananya informasi pendidikam secara jelas,
tepat, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Dalam sistem informasi misalnya
terdapat profil atau gambaran singkat namun lengkap tentang lembaga pendidikan
dan program-programnya, sistem pendaftaran dan lain-lain. Melalui kerja sama
dan sistem informasi ini, para wali siswa, para siswa, maupun masyarakat dapat
mendapatkan informasi yang diperlukan dengan mudah.
A.
Tujuan
dan Manfaat Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam
Dalam
bahasa Arab, istilah “tujuan” berpadanan dengan kata maqashid yang menunjukkan
kepada jalan lurus. Kata ini merupakan kata jadian dari qashada yang tersebar
dalam al-Qur’an yang memberi arti pokok. Berdasarkan berbagai istilah tersebut
di atas, maka tujuan pendidikan (maqashid al-tarbiyah) dalam Islam
mengacu pada tujuan umum (aims) yang mengarah kepada tujuan akhir (goals)
melalui tujuan antara (objectives). Tujuan pendidikan Islam bertitik tolak dari
konsep penciptaan manusia sebagai khalifah dan fitrah manusia. Manusia
dalam al-Qur’an menempati posisi yang sangat istimewa, karena ia diciptakan
oleh Allah SWT sebagai khalifatan fil’ardhi (wakil Tuhan) dengan tugas dan
fungsi untuk ibadah hanya kepada-Nya[4].
Hal
ini dinyatakan dalam ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa manusia
merupakan pilihan Maha Pencipta untuk menguasai jagat raya ini. Untuk
menjadikan manusia terbaik itu, maka Allah sendirilah sebagai “pendidik” secara
langsung kepada manusia pertama, yaitu Nabiyullah Adam ‘Alaihissalam.
Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an, S. 2, al-Baqarah: 30, artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan
berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dalam
suatu tindakan atau perbuatan yang disertai alur pikiran pastilah memiliki
tujuan yang jelas agar tindakan atau perbuatan tersebut tidaklah sia-sia.
Termasuk dalam kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam memiliki
beberapa tujuan dan manfaat, diantaranya?
1.
Dapat menjaring peserta yang lebih luas
untuk memasuki lembaga pendidikan dan program-program yang ditawarkan.
2.
Dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya
dalam menyediakan informasi.
3.
Dapat membangun citra positif lembaga,
lebih dikenal dan dipercaya oleh masyarakat.
4.
Dapat meningkatkan jaringan pemasaran.
5.
Dapat memberikan informasi secra cepat,
tepat, dan efisien.
6.
Dapat mendatangkan nilai tambah atau
manfaat yang lebih besar.
7.
Dapat memperkenalkan diri serta
mendapatkan pengakuan secara luas.
B.
Sejarah
Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam
Kerja
sama dan sistem pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah
sebagaimana telah dipaparkan terdahulu, sangat sejalan dengan tujuan Pendidikan
Nasional sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
C.
Prinsip-Prinsip
Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam
Adapun beberapa prinsip
kerja sama dan sistem informasi pendidikan Islam, diantaranya:
1.
Berorientasi pada tercapainya tujuan
yang baik, yakni meningkatkan mtu pendidikan dan citra positif lembaga
pendidikan.
2.
Memerhatikan kepentingan bersama,
mendaptkan keuntungan atau manfaat bagi kedua belah pihak secara bersama-sama.
3.
Berkelanjutan, yakni tidak hanya
bersifat musiman melainkan spanjang waktu.
D.
Tahap-Tahap
Pelaksanaan Kerja Sama dan Sistem Informasi Pendidikan Islam
Sedangkan
tahapan-tahapan pelaksanaan dapat mencontek beberapa butir poin dibawah ini,
antara lain:
1.
Tahap penjajakan, yakni mempelajari
kekuatan dan kelemahan masing-masing baik dengan penjajakan maupun kunjungan
untuk saling berkenalan.
2.
Penanda tanganan kerja sama dokumen
kesepahamn kerja sama yang telah dipersipakan, dikaji, dan dibahas sebelumnya.
3.
Penyusunan program yang akan
dilaksanakan bersama.
4.
Pelaksanan kegiatan yang telah
direncanakan.
5.
Evaluasi secara objektif, kritis,
transparan dan komprehensif.
6.
Pelaporan kegiatan secara lengkap,
sistematis dan jelas.
E.
Evaluasi
Pendidikan Islam
Rangkaian akhir dari
suatu proses pendidikan Islam yakni melaksanakan evaluasi pendidikan[5].
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pendidikan
berdasarkan standar kelulusan mata pelajaran pendidikan agama. “Evaluasi
pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu
pekerjaan dalam proses pendidikan Islam”[6].
Dalam pengertian lain evaluasi pendidikan Islam adalah “suatu kegiatan untuk
menentukan fatarf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan Islam”[7].
Tujuan
evaluasi pendidikan Islam secara prinsip untuk mengetahui tingkat kemampuan dan
pemahaman peserta didik dari aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif[8].
Namun demikian dalam pendidikan Islam, evaluasi lebih ditekankan pada aspek
afektif dan psokomotorik dari pada aspek kognitif. Hal ini untuk mengetahui
sikap dan perilaku peserta didik dalam empat aktivitas, yaitu:
1. Sikap
dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhan-Nya.
2. Sikap
dan pengalaman terhadap hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap
dan pengalaman terhadap hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya, dan
4. Sikap
dan pengalaman terhadap diri sendiri selaku hamba Allah, anggota masyarakat,
serta khalifah Allah Swt[9].
BAB
III
KESIMPULAN
Manajemen
dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu proses
(aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan
empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam
penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi
hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Ada
beberapa hal yang sangat terkait dan urgen dalam manajemen pendidkan islam,
yakni terkait dengan pembiayaan administrasi pendidikan islam serta kerja sama
dan sistem informasi dalam pendidikan islam.
Fungsi
dan tujuan pendidikan nasional seperti dinyatakan dalam peraturan
perudang-undangan itu sangat relevan dengan fungsi dan tujuan pendidikan Islam
sebagai upaya sadar yang dilakukan secara sistematis untuk memperkuat keimanan
dan meningkatkan ketaqwaan serta memiliki akhlak mulia supaya tahu, mau dan
mampu melaksanakan ajaran agamanya secara kaffah dalam berbagai aspek
kehidupan. Salah satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut
dilakukan melalui pendidikan agama.
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, Arifuddin. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kultura.
Musthafa. Tafsir
Al-Maraghi. Bairut. Dar Fikr.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat Press.
Ramyulis. 2008. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta. Kalam Mulia.
Undang-Undang Dasar 1945. 2003.
Zuhairini.1981. Metodik
Khusus Pendidikan Agama. Surabaya. Usaha Nasional.
[1] Secara etimologis, pendidikan
diartikan sebagai perbuatan (hal, cara, dan sebagainya mendidik; dan berarti
pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan
sebagainya) badan, bathin dan sebagainya”. Pengertian pendidikan secara
terminologis, disebutkan dalam Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 1 angka 1, bahwa:“Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara”.
[2] H. Ramyulis. Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008, Cet. Ke-7, hlm. 14.
[3] Musthafa Al-Maraghi. Tafsir
Al-Maraghi, Bairut: Dar Fikr, tt, juz ke-1, hlm. 30.
[4]
Musthafa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi, Bairut: Dar Fikr, tt, juz ke-1, hlm.
47, menyatakan “kata khalifah diambil
dari kata kerja khalafa yang berarti “mengganti dan melanjutkan”. Menurut
pandangan Razi, Thabari dan Qurtubi, bahwa pengertian khalifah tidak secara
sederhana menggantikan lainnya sebagai khalifah Allah. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah apabila perilaku dan sikap manusia mengikuti ajaran Allah”.
[5] Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, Angka 21 menyebutkan
“Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan
mutu pendidikan trhadap berbagai komponen pada setiap jalur, jenjang dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan”. Pasal
57 menyatakan, ayat (1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; ayat (2) Evaluasi dilakukan
terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan
nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Pasal 58
menyetakan, ayat (1) Evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik
untuk menentukan proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinabungan; ayat (2) Evaluasi peserta didik, satuan
pendidikan, dan program pendidikandilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar
nasional pendidikan. Pasal 59, menyatakan, ayat (1) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan; ayat (2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk
lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58.
[6] Samsul Nizar. Filsafat
Pendidikan Islam, Cet. I,Jakarta, Ciputat Press, 2002, hlm., 77.
[7] Zuhairini. Metodik Khusus
Pendidikan Agama, Surabaya, Usaha Nasional, 1981, hlm., 139.
[8] Ibid., hlm. 80.
[9] Arifuddin Arif. Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta, Kultura, 2008, hlm., 118.
0 comments:
Posting Komentar